Mochilok, Mengolah Mochi dan Cilok Menjadi Camilan dengan Sentuhan Modern

Inovatif adalah kata yang tepat disematkan kepada pemilik Kedai Mochilok, Bandung, Imanuddin, yang telah berhasil mengangkat mochi dan cilok menjadi camilan yang wajib dicoba siapa saja. Gagasan awal Iman, panggilan akrabnya, lantaran ia bosan jadi pegawai. Dan ketika itu, ia teringat cilok buatan kakak iparnya yang punya potensi dipasarkan lebih luas lagi, sebab rasanya enak.

Iman ingin mengangkat derajat cilok dan mengubah imejnya menjadi jajanan pasar atau kaki lima yang bisa dijual dan dikemas berbeda. Ia coba membuat cilok bakar dengan bumbu barbeque, disajikan dengan saus dan mayonaise. Ternyata rasanya enak. Namun ia masih belum puas, lantaran merasa untuk menikmati cilok harus ditemani dengan camilan lain agar lebih mantap. Iman pun kembali berinovasi. Sebelumnya ia sempat jalan-jalan mengelilingi kota Bandung untuk mendapatkan ilham. Lalu akhirnya ia terpikir kalau kata ‘mochi’ disambung dengan kata cilok, pasti akan menjadi brand yang bagus dan pas, yakni Mochilok.

Kendati saat itu masih belum tahu akan membuatnya seperti apa, namun ia langsung bergerak di media sosial. Januari 2012, ia langsung melempar ke pasar terlebih dahulu dengan gencar menyebar nama Mochilok. Maksudnya sebagai pancingan saja biar orang penasaran. Jadi setiap ada yang bertanya, ia selalu menjawab ‘coming soon’.

Strategi ini berhasil memancing keingintahuan masyarakat. Setelah melalui trial and error, akhirnya ia benar-benar berhasil menciptakan cilok dengan mochi sebagai menu yang akan dijualnya. Tepat pada 8 Juni 2012, ia membuka gerai pertama Mochilok di Jalan Kubang Sari 7 No 42, Bandung. Dengan modal awal sekitar Rp 5 juta, Iman mulai menjual 50 cilok dan 50 mochi isi es krim aneka rasa. Hebatnya, hanya dalam hitungan bulan saja bisnis Mochilok sudah menunjukkan peningkatan pesat. Bahkan kini ia sudah memiliki tujuh gerai Mochilok di Bandung.

c-mochilok2

 

Mungkin soal rasa yang membuat pelanggannya makin bertambah. Uniknya, Iman menjual cilok bakar dengan bumbu barbeque yang ditambah mayonaise, disajikan bersama mochi isi es krim dengan aneka varian rasa. Sekarang ia bisa menjual mochi sebanyak 7000 buah per hari dan cilok sekitar 3000-an per hari. Layanan antar pun sengaja Iman sediakan agar para pelanggan setia Mochilok bisa menikmati mochi dan ciloknya di mana saja. Ia menyediakan delivery service untuk melengkapi service kepada pelanggan, ia beranggapan agar jualannya tetap laku maka ia harus jemput bola. Saat ini delivery order tersedia di beberapa cabang. Minimal order 10 buah cilok dan mochi, dengan ongkos kirim tergantung jarak, dari Rp 5000 sampai Rp 20 ribu.

Kendati kompetitor kini semakin banyak, menurut Iman, itu bukan ancaman serius selama ia bisa kreatif dan inovatif. Mochi es dan aneka cilok bakar serupa buatannya banyak juga yang menjual, malah disebut juga mochilok. Padahal brand Mochilok jelas-jelas miliknya. Tapi ia bangga, karena berhasil membuat brand-nya menjadi kuat. Namun soal selera, itu dikembalikan pada pilihan konsumen. Iman percaya, produk Mochilok asli buatannya lebih unggul.

 

Diakui Iman, Mochilok miliknya sudah dikenal sampai ke luar kota Bandung. Setiap weekend memang banyak wisatawan dari Jakarta yang mampir dan membawa Mochilok sebagai oleh-oleh. Beberapa kota lain juga sudah banyak yang tahu berkat bantuan media. Iman pun juga berencana meluncurkan varian baru yang mengkombinasikan cilok dengan ramen, yang diberi nama Ramen Achi. Mie-nya terbuat dari aci, diberi kuah, dan ditambahi cilok. Dan menu ini juga cuma ada di Mochilok.

Selanjutnya, Iman masih ingin terus mengeksplorasi dan membuat berbagai inovasi atas mochi dan cilok. Menurutnya makanan tradisional ini masih memiliki nilai jual tinggi. Apabila kita bisa pintar mengolah dan mengemasnya, cita rasa lokal dengan sentuhan modern ini tentu akan makin dikenal.

(***)

Sumber: indonesiaenterpreneur.blogspot.co.id

Comments

comments

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *