Perbedaan UKM dan UMKM dari Sisi Pengertian
UKM merupakan singkatan dari Usaha Kecil dan Menengah. Jenis usaha ini lebih fokus pada usaha kecil. Berdasarkan UU RI Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, UKM memiliki pengertian sebagai kegiatan ekonomi dengan skala kecil yang sesuai dengan kriteria kekayaan bersih dan penghasilan tahunan.
UKM harus memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta saja. Hal ini tidak termasuk bangunan tempat usaha dan tanah. Selain itu, total penjualan yang dicapai pertahunnya paling banyak Rp1 miliar.
Sementara itu UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jenis usaha ini bisa miliki perorangan atau badan usaha yang sudah memenuhi kriteria UMKM. Kriteria ini tercantum dalam PP RI Nomor 7 tahun 2021. Di dalamnya tertulis kriteria UMKM, di antaranya:
- Usaha Mikro, memiliki modal maksimum Rp1 miliar (tidak termasuk bangunan usaha dan tanah). Penjualan paling banyak setiap tahunnya yaitu maksimum Rp2 miliar.
- Usaha Kecil, memiliki modal usaha paling besar Rp1 miliar sampai Rp5 miliar saja. Hal ini tidak termasuk tanah dan bangunan usaha. Adapun penghasilan tahunannya yaitu tidak lebih dari Rp2 miliar dan maksimum Rp15 miliar.
- Usaha Menengah, biasanya memiliki modal usaha lebih dari Rp5 miliar dengan batas maksimal Rp10 miliar. Sisi penjualan tahunan yang didapat oleh usaha menengah harus lebih dari Rp15 miliar dan maksimum Rp50 miliar.
Perbedaan UKM dan UMKM
UKM dan UMKM adalah dua istilah yang sering didengar dalam dunia ekonomi Indonesia. Meskipun sekilas tampak serupa, keduanya memiliki perbedaan signifikan dalam klasifikasi, kriteria, dan bahkan pembinaannya. Berikut adalah panduan lengkap untuk memahami perbedaan antara UKM dan UMKM:
Omset Usaha
Perbedaan UKM dan UMKM yang pertama dapat dilihat dari omzet perusahaan itu sendiri. Menurut UU Nomor 20 tahun 2008, usaha kecil memiliki penghasilan tahunan yang lebih banyak dibanding usaha mikro. Omset tahunan dari usaha kecil bisa mencapai lebih dari Rp300 juta per tahunnya. Bahkan, ada yang bisa mencapai Rp2,5 miliar.
Sementara itu, usaha mikro memiliki penghasilan tahunan yang lebih rendah, yaitu maksimum Rp300 juta per tahun. Selain itu, usaha menengah memiliki omset tahunan yang lebih fantastis, yaitu lebih dari Rp2,5 miliar milyar dan maksimum Rp50 miliar milyar.
Jumlah Karyawan
Selain dari omset usaha, perbedaan dari UKM dan UMKM juga dapat dilihat dari jumlah karyawan yang dipekerjakan oleh perusahaan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil memiliki tenaga kerja sekitar 5-19 orang saja. Sementara itu, usaha menengah biasanya memiliki tenaga kerja sebanyak 20-99 orang.
Di samping itu, usaha mikro biasanya memiliki jumlah karyawan yang lebih sedikit, yaitu 1-5 karyawan saja. Dari jumlah tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar suatu usaha atau bisnis maka akan semakin banyak tenaga kerja yang dapat diserap oleh perusahaan tersebut.
Pajak yang Berlaku
Untuk pengaturan pajak, hal ini mengacu pada PP Nomor 23 Tahun 2018. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa wajib pajak yang memiliki penghasilan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar, wajib membayar pajak penghasilan sebesar 0,5%.
Artinya, pelaku usaha yang masih memiliki pergerakan bruto yang tidak menentu, tidak wajib untuk membayar PPN dari setiap transaksi yang dilakukannya. Namun, harus membayar PPh final sebesar 0,5%.
Lalu, jenis usaha mana yang akan dikenakan pajak 0,5%? Bila dilihat dari aspek omzet yang telah dipaparkan di atas, UKM dan UMKM memiliki potensi memungut dan membayar pajak 0,5%. Namun, bila unit usaha menengah telah mempunyai peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar, pelaku usaha tidak dapat lagi memungut PPh Final sebesar 0,5%.
Tidak hanya pajak PPh Final saja, UKM dan UMKM juga akan dikenakan jenis pajak lainnya. Pajak ini tercantum pada Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 21. Namun, pengenaan pajak ini tetap akan disesuaikan dengan situasi operasional usaha.
Misalnya, suatu usaha mikro tidak memiliki karyawan sama sekali, tidak menyewa gedung, atau tidak terjadi transaksi pembelian, maka mereka tidak wajib membayar pajak sesuai dengan ketentuan tersebut.
Kekayaan Bersih Usaha
Perbedaan UKM dan UMKM lainnya bisa dilihat dari kekayaan bersih dari usaha tersebut. Usaha mikro memiliki kekayaan bersih dengan jumlah maksimum Rp50 juta. Sementara itu, usaha kecil memiliki kekayaan bersih sekitar Rp50 juta sampai Rp500 juta.
Di sisi lain, usaha menengah akan memiliki kekayaan bersih sekitar Rp500 juta sampai Rp10 miliar. Semua kekayaan bersih yang dihitung tidak termasuk dengan bangunan tempat usaha dan tanah yang ditempati. Ketentuan tersebut tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Perbedaan Modal Awal
Selain dari kekayaan bersih, perbedaan UKM dan UMKM juga dapat dilihat dari modal awal yang digunakan untuk membangun usaha tersebut. Modal usaha yang dibutuhkan untuk mendirikan UKM biasanya mulai dari Rp50 juta.
Sementara untuk mendirikan UMKM dibutuhkan modal sebanyak Rp300 juta atau mendapat bantuan pembiayaan modal dari pemerintah. Mengapa UMKM membutuhkan modal awal yang lebih besar? Karena usaha ini dianggap memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Sementara itu, UKM dianggap memiliki sifat perorangan dan hanya memberikan keuntungan yang tidak terlalu besar. Oleh karena itu, tidak heran jika pemerintah lebih tertarik untuk mendanai UMKM.
Pembinaan Usaha
Ditinjau dari sisi pembinaan usaha, UMKM dan UKM juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, usaha berskala mikro akan dibina oleh kabupaten dan kota, usaha menengah akan dibina oleh skala nasional, dan usaha kecil akan dibina oleh provinsi.
Kegiatan pembinaan ini sangat penting bagi UKM ataupun UMKM. Tujuannya, agar bisnis yang dibangun lebih lancar dan bisa berkembang dengan baik hingga menjadi usaha yang sukses di masa mendatang.