Batik Premium dari Yasmin Butik Batik

Resky Noviana Effendi, alumni IWPC batch 13 yang memiliki usaha dibidang Fashion. Berawal dari Ibu Resky yang bekerja di Bank Syariah, saat itu susah cari baju kerja muslim panjang yang bisa nutupin pantat walaupun pakai celana, misalnya blazer. Untuk omzet dari usaha ini yaitu 30-75 juta/bulan.

Siapa sih yang gak kenal ‘Yasmin Butik Batik’ fashion yang ada di daerah Yogyakarta. Usaha ini sudah berjalan dari tahun 2011, yang awalnya Ibu Resky beli baju di tanah abang kemudian di jual di Yogyakarta. Kebetulan juga rumah Ibu Resky berada dipinggir jalan, dan buat toko sendiri. Saya masih kerja, jadi dulu saya mondar-mandir Jogja-Tanah abang untuk beli pakaian dan dijual lagi. Berjalan selama 5 tahun pada akhirnya di tahun 2016 saya memutuskan untuk mencari penjahit sendiri, dengan tujuan agar bisa memproduksi baju batik sendiri.

Awalnya saya memang belum bisa menjahit, karena saya mencari penjahit gak nemu-nemu akhirnya saya memutuskan untuk belajar menjahit sendiri. Tahun 2017 Ibu Resky memutuskan untuk belajar desain, mencoba mengaplikasikan warna-warna agar cocok dan gimana biar bisa ikut pameran. Akhirnya setelah mencoba beberapa konsep Ibu Resky memutuskan untuk mengambil warna hitam-putih ciri khas dari Yasmin Butik Batik.

Untuk pemasaran produk, fokus Ibu Resky lebih ke produk yang internal. Lebih ke–beda–sama yang lain, atau minimal banget punya ciri khas sendiri. Untuk warnanya yaitu hitam-putih. Kenapa hitam-putih? Karena hitam-putih itu adalah warna netral dan penggemar warna hitam-putih itu sangat banyak. Ditambah memang motifnya itu ditulis.

“Saya bisa menjamin bahwa enggak akan nemu baju sejenis, kecuali di sini.”

Selain itu cara mengerjakannya yaitu ketika sudah ada kain dan tahu kain ini nanti akan menjadi apa. Sehingga, pada saat membuat batik produksi, kita sudah tahu kain ini akan menjadi baju A dan baju B, termasuk panjangnya ukuran itu sudah bisa disesuaikan. Nah dengan cara seperti ini, bisa menghemat tenaga dan mengurangi sampah.

Secara desain, pakaiannya itu standar. Tapi, memang motifnya itu sudah mengikuti pola bajunya. Jadi, sudah terpola dan bukan pola yang rumit, polanya itu lebih ke pola yang simpel dan motifnya juga lebih ke motif-motif yang kekinian. Bisa dipakai kemana-mana dan biasanya satu baju itu bisa dipakai untuk outfit yang berbeda.

Misalnya, bisa dibikin kebaya, menjadi sarung atau rok lilit bawahan. Untuk perempuan yang memiliki mobilitas tinggi, yang aktif travelling dan sosmed biasanya mereka akan butuh baju-baju yang simpel. Terus bisa tampil dalam beberapa model.

Keunggulan produk ini adalah original. Karena memang desain sendiri dari model bajunya sampai ke motif-motifnya dan produksi sendiri semua batiknya. Jadi, ada tim batik sendiri dan tim jahit sendiri. Sehingga untuk kualitas jangan diragukan lagi, karena batik ini benar-benar batik yang memiliki kualitas premium.

Dalam pengembangan karakter, menurut Ibu Resky balik lagi ke pelaku bisnis owner-nya. Mau dibawa ke mana bisnisnya, mau selamanya jadi bisnis kecil atau saat ini kecil untuk menuju besar? Karena banyak yang mimpi gede tapi gak ada action sama sekali. Tantangan terbesar dalam bisnis itu ada pada diri sendiri. Berani atau enggak-nya melawan ego diri sendiri untuk mengambil resiko. Sebenarnya resiko itu bisa kita minimalisir, misalnya meminimalisir resiko kerugian yang besar, ya kita cari cara agar kerugian kita gak terlalu banyak.

“Saya juga senang dalam menjalankan bisnis ini walaupun saya itu orang akuntansi, bukan orang fashion tapi justru itu tantangan buat saya.” tutur Ibu Resky mengenai motivasi dalam menjalankan bisnis.

“Mungkin dulu awal saya mulai itu semata-mata hanya untuk jualan aja, yang penting punya toko terus ada yang beli hanya sebatas itu. Tapi semakin kesini, karena saya juga mendalami bidang fashion, tau tentang pembuatan batik dan persaingan dalam dunia fashion. Sampai-sampai saya juga ngajarin ibu-ibu untuk menjahit, lebih tepatnya saya jadi intrukstur mereka dan memberdayakan mereka. Dari situ ada kebahagiaan tersendiri untuk saya.”

Dalam setiap bisnis pasti ada kendalanya, baik kendala yang kecil atau bahkan besar sekalipun. Kendala yang dialami Ibu Resky yaitu kesulitan dalam SDM. Kesulitan dalam mencari penjahit, Ibu Resky juga coba cari ke SMK, susah. Anak-anak alumni magang pun, susah.

“Dulu tahun 2016 saya sulit banget cari penjahit, tapi sekarang enggak. Sekarang malah mereka yang dateng ke saya, kalau dulu saya yang dateng ke mereka. Walaupun anak-anak generasi milenial agak susah untuk diajarin lebih tepatnya malas dan gak mau mikir. Saya itu galak, dan saya juga coba menerapkan sikap disiplin ke mereka. Tapi jangan khawatir, saya juga tetap melakukan pendekatan ke mereka misalnya jalan-jalan, makan bareng, diskusi bareng. Itu yang saya lakukan.”

Setiap menjalankan bisnis itu ada suka dan duka nya. Dan Ibu Resky berusaha untuk tidak mengungkapkan ketidakenaan itu ke publik. Ibu Resky selalu memposting kegiatan-kegiatan yang bahagia, misalnya prestasi yang dicapai, pencapaian nya itu seperti apa. Bukan maksud untuk sombong, tapi lebih ke berpikir untuk semangat ke diri sendiri biar kerja kerasnya terus meningkat. Bukan mengharapkan pujian lho, tapi yang Ibu Resky lakukan itu untuk membuat pelanggan percaya pada bisnis yang sedang dijalankan.

Untuk meminimalisir resiko komplain dari perlanggan, yang dilakukan Ibu Resky adalah meningkatkan kehati-hatian dalam bisnis. Terutama dalam bagian produksi. Nah dalam produksi itu memang sangat hati-hati, kita pisahkan kain yang bagus dan gak bagus, memilih resleting dan benang yang standartnya premium, intinya semua bahan-bahan yang berhubungan dengan produksi batik ini kualitas nya premium. Ibu Resky juga membuat SOP, mentraining karyawan, melakukan review satu tahun dua kali. Tujuan dari review ini adalah agar tau target kita udah sampai mana. Karena bisnis itu harus punya target!

Ibu Resky mempunyai dua orang kepercayaan, yang pertama orang ini itu memang paham tentang bagian produksi, Customer Service. Jadi yang Ibu Resky selalu menegaskan, “Kalau kamu gak bisa mengkomplain bagian produksi, maka kamu yang akan dikompres sama pelanggan. Karena kamu orang yang berhubungan langsung sama pelanggan.”

Yang kedua ada, Supervisor. Berada dibidang internal audit, tugasnya memang lebih kenceng dari pada Customer Service dan Supervisor ini memang sudah lama ikut dengan Ibu Resky. Ibu Resky juga memisahkan antara pelanggan premium dan pelanggan reguler. Untuk pelanggan reguler, memang dilayani oleh Cusomer Service sedangkan pelanggan premium itu langsung kepada Ibu Resky. Bisa dengan bertemu langsung dan melakukan discuss mulai dari jahitannya bagaimana, kainnya seperti apa, mau model yang kaya gimana.

Awal mengenal WPC itu sebenarnya 2017. Saat itu Ibu Resky memang butuh mentor. Kemudian Ibu Resky dapet referensi orang Jogja yang pernah ikut WPC, pikirnya Ibu Resky udah deh ikut dulu aja harga ekonomis. Kemudian Ibu Resky DM ke WPC tapi belum mendapat respon. Kebetulan waktu itu ada sosialisasi di Jogja tapi Ibu Resky tidak bisa datang. Ntah bagaimana ceritanya dan mungkin memang sudah jalannya, saat ada IWPC di Semarang, Ibu Resky datang ke Semarang dan langsung mendaftar. Manfaat dari ikut IWPC itu mentalnya yang kebangun banget. Gak baperan!

“Dulu, gak ada orang yang bilang kalau produk saya itu jelek. Kalau ketemu temen pun mereka akan bilang produk saya bagus. Tapi, semenjak saya bergabung ke IWPC, ternyata banyak yang harus saya perbaiki. Tapi itu semua gak bikin saya jadi down, malahan sekarang saya juga sering minta kritikan untuk produk saya. Biar bisa langsung saya perbaiki, jadi misalnya ada pelanggan yang komplain pun saya catat baik-baik. Saya pernah dapet pesan dari guru saya gini, ‘kalau kamu mau terjun dalam dunia fashion kamu harus kuat’ artinya persaingan dalam dunia fashion itu memang luar biasa.”

Untuk mentor-mentor WPC juga keren-keren banget, mereka itu benar-benar orang yang hebat. Dari sekian banyak nya program yang Ibu Resky ikuti, cuma di WPC yang paling beda. Kalau pelatihan lain kan habis seminar udah gak ngapa-ngapain, tapi kalau di WPC benar-benar dimentoring sampai bisnis nya berhasil. Jadi bukan cuma sekedar pelatihan biasa, di WPC juga udah kaya keluarga sendiri walaupun jarang ketemu. Interaksi kita itu selalu terjalin dengan baik.

Comments

comments

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *